Entri Populer

SISTEM KEWIRAUSAHAAN POLI-MIKRO BERBASIS SYARIAH SEBAGAI CARA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO YANG BERPOTENSI MENCIPTAKAN LAPANGAN PEKERJAAN


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia sebagai Negara agraris yang memiliki wilayah dari sabang sampai merauke, tentu memiliki kekayaan alam yang melimpah. Wilayah yang meliputi berjuta-juta hektar hutan, ladang dan persawahan, serta Bahari yang begitu luas, tentu menyimpan warisan yang hingga kini belum termanfaatkan secara maksimal. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, perusahaan swasta, maupun masyarakat secara umum, dengan harapan bisa memenuhi segala kebutuhan bangsa. Ironisnya, hingga kini masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, mengalami  kesulitan mencari pekerjaan, dan menjadi pengangguran.
Kekayaan sebuah bangsa, terletak pada masyarakatnya, dan bukan semata pada alam yang tersedia. Sebuah masalah tentunya jika sebuah negara memiliki wilayah yang luas beserta kekayaan yang melimpah, namun masyarakatnya belum bisa memaksimalkan segala potensi itu. Sebagai gambaran, negara-negara maju yang kini bertengger di papan atas perekonomian Dunia, adalah negara-negara yang berpenduduk dengan jumlah besar seperti halnya Indonesia. Perbedaannya, masyarakat kita kurang aktif dalam menyikapi segala potensi, karena telah menjadi budaya dalam masyarakat kita, solusi seorang pengangguran, adalah mencari pekerjaan dan bukan menciptakan lapangan pekerjaan.
Paradigma secara umum, berwirausaha memiliki banyak permasalahan yang harus ditanggung. Ketersediaan modal memang sebuah permasalahan, namun masalah yang sebenarnya adalah minimnya kreativitas dan kurang tanggap akan potensi diri maupun lingkungan sekitar. Kreativitas Seseorang untuk melakukan sesuatu atau kreativitas Seseorang untuk berpikir. Ketika seseorang mengalami permasalahan mengenai permodalan, maka inisiatif yang harus dimunculkan adalah dengan mengedepankan kreativitas yang direalisasikan secara nyata. Berwiraswasta bisa dimulai dengan hal-hal kecil atau yang bersifat mikro. Memulai dengan apa yang ada disekitar kita, memanfaatkan apa yang ada disekitar kita, dengan kreatifitas yang dimiliki. Namun, paradigma masyarakat kita secara umum, keinginan berwiraswasta dimulai dengan perencanaan usaha yang relatif makro. Pemikiran seperti itulah yang menyebabkan minimnya perkembangan kewirausahaan di Indonesia, karena sebelum masyarakat kita dipusingkan untuk berwiraswasta dengan segala resikonya, sudah dipusingkan dengan cara untuk memperoleh modal yang relatif besar tersebut.

B.     Perumusan masalah
1.      Seperti apakah model Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syariah?
2.      Kelebihan seperti apakah yang diperoleh dengan sistem Kewirausaahan tersebut?
3.      Bagaimanakah model berwirausaha dengan mengunakan Sistem tersebut?
4.      Seperti apakah keuntungan berwirausaha dengan Sistem ini?

C.    Pendekatan Pemikiran Ekonomi
Pendekatan yang digunakan dalam pemikiran ini adalah:
1.      Kaum Physiokrat
Yang berpendapat bahwa sumber kemakmuram suatu negara terletak pada Sumber Daya Alam yang memperhatikan sisi penawaran dan lebih mengarahkan pada ekonomi mikro. Kita semua juga telah mengetahui bahwa negara kita kaya akan SDA, tetapi apa yang kita lihat sekarang ini tidak sebanding dengan apa yang kita miliki.
2.      Kaum Klasik
Yang berpendapat bahwa sumber kemakmuran suatu negara terletak pada Sumber Daya Manusia. Dasar kerangka pemikiran ekonomi klasik, terungkap asas-asas dan kekuatan-kekuatanyang mendasari tata susunan ekonomi kapitalis. Maka kaum klasik sering disebut juga golongan kapitalis yang dalam ini adalah  golongan pemilik modal yang mementingkan kepentingan diri sendiri tanpa memperhatikan bawahannya.
3.      Kaum Marxis
Kaum marxis lebih terkenal dengan ekonomi sosialnya. Bagi kaum marxis kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai dan arti pada semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia, manusia dari diri mereka sendiri. Ia juga berpendapat bahwa biaya sosial untuk memproduksi barang adalah buruh.
Sistem ini merupakan salah satu terobosan untuk menggabungkan ketiga pendekatan pemikiran ekonomi yakni dengan menggunakan sistem kewirausahaan poli-mikro berbasis syariah yang lebih mengedepankan syariat islam yang terdapat pada nilai-nilai syariahnya.



KONSEP PEMIKIRAN

Laporan Econit Advisory Group dalam Economic Outlock Tahun 1998/1999 telah memberikan gambaran dan kondisi prospek ekonomi Indonesia yang cukup menyeramkan. Krisis moneter yang melanda sejak Juli 1997 itu telah dengan cepat mengakibatkan terpuruknya ekonomi dan kini bahkan telah menjadi krisis yang bersifat multidimensi karena merupakan kombinasi dari krisis ekonomi, finansial, politik dan sosial sekaligus. Pertumbuhan ekonomi yang rata-rata mencapai 7% per tahun itu anjlok secara spektakuler menjadi minus 15% di tahun 1998, atau terjun sebesar 22%. Inflasi yang terjadi sebesar 78%, jumlah PHK meningkat, penurunan daya beli dan kebangkrutan sebagian besar konglomerat dan dunia usaha telah mewarnai krisis itu (Zainul Arifin, 2000). Permasalahan krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 masih berimbas dampaknya hingga sekarang. Masih banyaknya masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, banyaknya pengangguran, adalah bukti konkrit masih lemahnya perekonomian Indonesia.
Pengangguran di Negara-negara sedang berkembang umumnya mengelompok pada golongan usia muda (pemuda), dan yang berpendidikan. Ada kecenderungan pengangguran lebih terpusat di kota dari pada di desa. Kelompok pengangguran ini kebanyakan adalah tenaga kerja yang baru menyelesaikan pendidikan dan menungu mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan aspirasi mereka.(Tadjuddin Noer Effendi, 1993). Akhir-akhir ini perekonomian Indonesia mulai merangkak dengan pertumbuhan mencapai berkisar 4% per tahun. Namun semua itu belum cukup menjawab permasalahan pengangguran di negeri ini. Pada tahun 2009, penduduk miskin mencapai 34,96 juta jiwa atau 15,4%, dan pengangguran 9,94 juta jiwa atau 8,46%.(Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2009). Permasalahan kemiskinan di negeri ini seakan enggan untuk beranjak, begitu juga dengan masalah pengangguran. Banyak usia-usia produkrif masyarakat indonesia yang masih menganggur karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup. Untuk itu, inisiatif dan pengembangan kewirausahaan penting kiranya untuk dikembangkan.
Kewirausahaan menurut Sadono Sukirno dalam bukunya Pengantar Bisnis edisi pertama, adalah sifat dan keahlian yang dimiliki oleh para wirausahawan. Oleh karena itu, kewirausahaan  merupakan karakter yang dimiliki seorang wirausahawan, yang meliputi: 1).Berani mengambil resiko, 2).Bijaksana dalam mengambil keputusan, 3).Pandai melihat kesempatan yang terbuka, 4).Berkemampuan menjadi manajer yang baik.(Sadono Sukirno, 2005). Empat hal tersebut adalah kesatuan yang saling mendukung. Pandai melihat kesempatan yang terbuka, berani mengambil resiko, berkemampuan menjadi manajer yang baik, bijaksana dalam mengambil keputusan, adalah kunci kesuksesan dalam berwirausaha. Meskipun demikian, masih banyak faktor-faktor lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam berwirausaha.
Perencanaan usaha memang sangat diperlukan sebelum kita memulai usaha. Pemahamaman karakter pribadi, dan pandangan akan pilihan-pilihan usaha merupakan langkah awal dalam memulai usaha. Kewirausahaan adalah sebuah jawaban atas kurangnya lapangan pekerjaan yang berdampak pada semakin meningkatnya jumlah pengangguran. Untuk itu, kreativitas dan kecermatan pengamatan peluang usaha adalah modal berharga dalam penciptaan lapangan pekerjaan, bukan sepenuhnya pada masalah permodalan. Pemilihan bidang usaha juga seyogyanya ditentukan pada latar belakang, pendidikan atau wawasan seseorang tentang kreativitas memanfaatkan sesuatu (David H. Bangs, Jr, 1995)
Sebagai Negara yang begitu subur dan kaya akan sumber daya alam, maka peluang berwirausaha di Indonesia sangat terbuka. Sering kali, kita meremehkan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita, padahal itu dapat kita manfaatkan secara kreatif sebagai sebuah peluang usaha. Sebagian besar dari masyarakat kita lebih berpikir untuk mencari pekerjaan. Permasalahan Bangsa ini, penciptaan lapangan pekerjaan baru tidak seimbang bila dibandingkan dengan lahirnya usia-usia produktif. Problematika seperti inilah yang mengakibatkan permasalahan sosial yang ada di negara kita. Harus kita akui, masalah sosial ekonomi, akan berdampak kuat pada aspek kehidupan yang  lain.
Penciptaan usaha harus dimulai dari sekala mikro, dan perkembangannya memungkinkan diarahkan menjadi usaha makro (Poli-Mikro). Dalam perkembangan usaha, sistem Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syariah, dapat digunakan sebagai acuan. Kelebihan sistem ini adalah kemudahan pengembangan usaha, dengan meminimalisir masalah permodalan. Ketika pelaku usaha telah cukup pengalaman, dan memiliki komitmen yang lebih dalam pengembangan usaha, maka Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syariah sangat cocok untuk dijadikan pedoman. Sebagai sebuah contoh, masyarakat yang tinggal di dekat persawahan, dapat memanfaatkan belut, keong, atau hasil alam yang cara pemerolehannya tanpa mengeluarkan modal. Tahap selanjutnya adalah pengolahan baik itu hasil alam berupa pangan maupun kerajinan. Ketika usaha ini semakin maju, maka memungkinkan wiraswastawan tersebut mengembangkan usahanya,  dengan membeli bahan mentah dari orang-orang sekitar. Sehingga, usaha ini berjalan setapak demi setapak dan berpotensi menjadi usaha makro.
Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syari’ah adalah konsep penempatan diri dari Seorang pemilik modal atau Kapitalis. Keuntungannya, dengan sistem ini pemilik modal tersebut cenderung mudah mengembangkan usahanya, karena ada beberapa poin penting yang di kedepankan. Dengan asas Syariah, akan menghadirkan rasa saling memiliki dan tanggung jawab. Sifat-sifat Syariah antara lain Kesatuan / Unity, Keseimbangan / Equilibrium, Kebebasan / Free will, dan Tanggung jawab / responsibility. (Hofman Murad, 2002) Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syariah menjawab parmasalahan marxisme yang selama ini ada. Kesenjangan dan ketidakadilan antara atasan dan bawahan, memicu munculnya problematika sosial, karena adanya ketidakadilan.(Raman Salden, 2003) Oleh karena itu, sistem ini adalah sebuah model kewirausahaan yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dengan segala permasalahan dan budaya yang ada.  Kewirausahaan ini menempatkan bawahan sebagai partner, dengan pembagian hasil usaha sistem persentase yang telah ditentukan di awal. Partner sebagai seorang ahli tenaga, sedangkan pemilik modal menempatkan dirinya sebagai ahli modal dan manajer usaha. Pemilik modal akan kesulitan menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa partner yang baik. Begitu juga dengan partner kerja, dia juga akan kesulitan mendapatkan penghasilan tanpa sistem yang ditawarkan oleh pemilik modal. Sebuah keterkaitan dan saling membutuhkan tentunya kerjasama ini, sehingga keduanya harus saling menghargai dan meminimalisir kesenjangan seperti yang terjadi dalam permasalahan marxisme
Sebagai gambaran, ketika Seseorang berwiraswasta dengan beternak ikan lele secara mandiri, maka dengan modal sebesar 10 Juta, hanya memungkinkan untuk mendirikan 2 buah kolam yang relatif besar. Diasumsikan pendapatan yang dihasilkan dari kolam itu setiap kali panen mencapai 2 juta rupiah, dua Orang bekerja pada usahanya sebagai karyawan, dengan sistem gaji. Pengusaha tersebut harus menyediakan lahan,  serta pengawasan terhadap usahanya. Pengawasan terhadap jalannya usaha, maupun kinerja pegawainya. Berbeda halnya dengan Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syariah.  Modal 10 Juta yang ia miliki, dapat direalisasikan dengan cara pendirian 10 kolam terpal yang berada pada masing-masing halaman rumah partner kerjanya. Keuntungan bagi pemilik modal, tidak perlu menyediakan lahan usahanya, dan tidak perlu mengawasi secara penuh usaha tersebut. Pemilik modal hanya perlu menyediakan terpal, pakan dan bibit atau permodalan. Sedangkan penjagaan dan pemeliharaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab partner. Keunggulan lain, dari sistem ini dengan pendirian 10 kolam pada masing-masing halaman rumah partnernya, secara jelas telah melibatkan 10 orang untuk menjadi partnernya. Secara tidak langsung, sistem ini telah menciptakan lapangan pekerjaan untuk 10 orang. Sistem Syariah yang digunakan, menghadirkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki dari para partner kerja. Pembagian hasil 60% untuk partner dan 40% persen untuk dirinya misalnya. Ketika masa panen tiba, maka pembagian hasil untuk partner kerja adalah 60%, dari hasil masing-masing kolam yang dikelola oleh masing-masing partnernya tersebut. Sedangkan untuk dirinya adalah 40% dari masing-masing kolam, yang barang tentu hasilnya berbeda-beda. Memang pendapatannya hanya 40% dari masing-masing kolam, namun ia memiliki 10 buah kolam. Secara sederhana diasumsikan masing-masing kolam dengan modal 1 juta per kolam memberikan hasil 300 ribu per panen, maka secara kalkulasi, pengusaha tersebut dapat meraup keuntungan 3 juta ketika panen tiba. 
Dari segi kemudahan berwirausaha, pemilik modal tersebut tidak terlalu repot dalam pengelolaan usaha, karena para partnernya dengan menggunakan sistem syariah, telah bertanggung jawab terhadap kolam masing-masing. Perlu dicermati, ketika seorang partner bekerja kurang baik mengenai pengawasan dan pemeliharaan, maka ketika hasil panen jelek, pendapatan partner tersebut juga relatif sedikit. Kesempatan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan kemampuan seperti inilah yang membuat partner tersebut berupaya untuk memperoleh pendapatan yang relatif lebih besar. Nilai positif bagi pemilik modal, dengan sistem persentase yang telah ditentukan di awal, maka ketika hasil kolam semakin baik, pendapatannya juga akan meningkat, begitu juga sebaliknya.
Sistem ini sangat membantu perkembangan usaha mikro yang telah dirintis, dan  diarahkan menjadi usaha makro. Ketika Peternak lele mandiri mendapatkan tender pasar 1 Kwintal ikan lele per hari, maka akan membutuhkan banyak modal untuk memenuhi tender tersebut. Ternak lele yang membutuhkan waktu 3 bulan untuk panen, maka bisa dibayangkan berapa jumlah kolam yang harus disediakan agar tender ikan lele per hari 1 Kwintal tersebut dapat dipenuhi. Cukup berat tentunya bagi peternak mandiri, karena harus menyediakan lahan yang sangat luas bagi pendirian kolam-kolam barunya. Berbeda tentunya dengan sistem Poli-Mikro Berbasis Syariah, pengusaha dapat  mengembangkan usahanya dengan cara menambah partner kerja yang baru. Untuk memenuhi tender 1 kwintal ikan per hari, maka pengusaha tersebut dapat melibatkan orang satu kampung.
Betapa banyak kelebihan sistem Kewirausahaan Poli-MikroBerbasis Syariah bila dibandingkan dengan sistem kewirausahaan mandiri. Kemudahan pengembangan usaha, kinerja pengusaha yang relatif ringan, meminimalisir permodalan, dan menghadirkan dampak sosial dengan terciptanya lapangan pekerjaan. Dan kerja keras partner-partner kerjanya yang didasari kesadaran dan kemauan pribadi, lebih efektif bila dibandingkan kinerja dua orang yang bekerja pada sebuah tempat usaha dengan sistem gaji. 


KESIMPULAN

Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syariah adalah sudut pandang seorang Kapitalis yang anti dengan problematika marxis. Menempatkan bawahannya sebagai partner dengan dasar saling membutuhkan dalam penpacaian tujuan usaha. Mengedepankan nilai-nilai dengan menggunakan asas Syariah, sehingga munculnya rasa keadilan diantaranya. Pembagian hasil dengan sistem persentase yang telah ditentukan di awal, adalah sebuah jaminan kebebasan dan rasa tanggung jawab bagi partner kerjanya. Kebebasan untuk berusaha mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapannya, tanggung jawab karena merasa memiliki usaha tersebut. Sistem ini mempermudah pengusaha mikro untuk mengembangkan usahanya, baik usaha tersebut sebagai tumpuan hidupnya, atau hanya sebagai usaha sampingan.
Kemudahan usaha yang dihadirkan sistem inilah yang menarik dan menjadikan sistem ini sebagai sebuah solusi pengembangan usaha mikro. Penciptaan lapangan pekerjaan yang semakin banyak seiring berkembangnya usaha mikro tersebut, berdampak positif pada penurunan jumlah pengangguran . Ketika permasalahan lapangan pekerjaan telah teratasi, maka kemiskinan di Negeri ini lambat laun akan semakin berkurang, seiring bertambahnya lapangan-lapangan usaha baru. Budaya yang mendidik tentunya membiasakan masyarakat kita untuk berusaha meraih apa yang bisa diraih. Meraih apa yang ada di depan mata dengan Kewirausahaan Poli-Mikro Berbasis Syariah, dan tidak hanya berangan untuk bisa mendapatkan pekerjaan layak yang sulit didapatkan.
Banyak masyarakat kita yang hanya berpendidikan rendah karena putus sekolah atau memang tidak mampu melanjutkan pendidikan. Sulit tentunya untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang tinggi bagi mereka di Negeri ini. Untuk itu, masyarakat kita perlu kiranya dibiasakan hidup realistis dengan harapan yang bisa mereka raih. Menciptakan lapangan usaha sendiri, dan ketika usaha itu telah berkembang, dengan menggunakan sistem Poli-Mikro Berbasis Syariah, memiliki kesempatan untuk mengembangkan usahanya, dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang-orang disekitarnya yang belum memiliki kesempatan berwiraswasta. 





DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul. 2000. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan &
 Prospek. Jakarta: Alvabet.
Bangs, Jr., David H. 1995. Pedoman Langkah Awal Menjalankan Usaha. Jakarta:
 Erlangga.
Murad, Hofman. 2002. Menengok Kembali Islam kita. Jakarta: Pustaka Hidayah.
Noer Efenddi, Tadjuddin. 1993. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja & Kemiskinan.
 Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Sukirno, Sadono. 2005. Pengantar Bisnis. Jakarta: Prenada Group.
Prof.Dr. Soeharno TS., SU. 2008. Sejarah Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS